-->
Putar Balik Makna Keributan Kelas

Putar Balik Makna Keributan Kelas

Putar Balik Makna Keributan Kelas

Tumbuh itu pasti. Berkembang itu proses. Begitu pula dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Kita selaku orangtua maupun guru di sekolah sepatutnyalah memperhatikan hal yang demikian itu. Proses itu pasti dilalui dalam berbagai macam hal yang menghiasinya. Kegiatan belajar mengajar di sekolah, memberi arti bahwa proses pembentukan karakter manusia itu bukanlah perkara yang instan, dan proses mencerdaskan anak bangsa itu bukanlah kegiatan yang sebentar.

Dalam kegiatan belajar mengajar, hal yang mendasar yang perlu kita ketahui adalah bahwa tidak semua anak didik itu pintar. Maka oleh sebab itu, kita sebagai guru perlu mempersiapkan tenaga yang ekstra untuk melakukan transfer ilmu. Karena pada dasarnya, anak yang sekolah itu sedang membutuhkan ilmu, membutuhkan kita sebagai orang pemberi ilmu. Manusiawi ketika kita merasa lelah dalam mengajar di sekolah. Menghadapi anak-anak yang tingkahnya berlebihan, perhatiannya berlebihan, daya tangkap yang berbeda-beda, dan masih banyak lagi tipe-tipe anak. Di dalam satu kelas saja kita sudah berhadapan dengan banyak tipe itu, apalagi harus berpindah ke kelas yang lainnya. Sementara, guru itu biasanya menghabiskan waktunya di sekolah dengan memberkan pelajaran yang diembannya pada kelas yang berbeda-beda.

Kesabaran dinilai sangat perlu dihadirkan bagi setiap insan yang mengemban tugas sebagai guru. Dikatakan demikian, karena tanpa adanya rasa sabar dalam diri seorang guru, akan sulit untuk memberikan ilmu yang hakiki. Karena, ilmu yang diberikan bercampur dengan rasa marah, bahkan menjurus kepada rasa tidak ikhlas. Dengan demikian, jangankan berharap untuk kecerdasan siswa, untuk mendengarkan sajapun, siswa itu sendiri mungkin tidak akan bisa. Otomatis, kelas tidak akan kondusif, dan tujuan pembelajaran pasti tidak akan tercapai pada waktu itu.

Terkadang, sabarnya guru itu dinilai berbalik oleh siswa. Justru mereka lebih suka dengan guru yang tidak pernah marah, baik, sabar, penyayang dan lembut. Mereka merasa senang karena mereka akan bisa merasa bebas di dalam kelas. Bebas berbicara, bebas bergerak tanpa ada batasan. Disaat inilah guru harus jeli dalam menilihat kondisi. Kesabaran bukanlah sebuah pengabaian, mungkin lebih tepatnya “pengarahan dengan ketenangan yang terstruktur”.

Ketiak kondisi di atas terjadi disaat mereka berbicara dengan temannya, atau mau berbicara lepas dengan guru, berani mengutarakan pendapat dengan bebas kepada guru, disitu akan terlihat bahwa inilah potensi siswa, inilah yang harus diarahkan dan dikembangkan. Mungkin pernah atau bahkan sering ditemui bahwa terdapat siswa yang malas berbicara atau bertanya kepada guru saat jam pelajaran tiba. Siswa tidak mau mengeksplor pengetahuannya dari luar. Bisa jadi karena guru yang masuk di jam pelajaran itu terlalu serius dan membuat suasana menjadi terasa tegang. Pada akhirnya, muncul rasa takut dalam diri siswa untuk mengeksplor apa yang diketahuinya, apa yang didapatnya dari alam bebas selama berada di luar sekolah.

Bila dicermati, kondisi di atas memberi arti bahwa perlunya pengamatan mendalam yang dilakukan guru terhadap realitas yang terjadi di lingkungan sekolah. Memang siswa itu akan sulit untuk diberikan arahan. Saat di dalam kelas, selalu saja ada yang berbicara dan membuat suasana menjadi ribut. Tapi, realitas ini begitu rata, menyebar. Pada tiap-tiap lokasi sekolah, juga pernah merasakan hal demikian. Mungkin bisa diambil nilai baiknya, memutar balik 360 derajat tentang keributan siswa di kelas itu. Rusah menjadi sesuatu yang baik, bahwa keributan mereka adalah potensi mereka yang besar. Kita harus mampu mengarahkannya, membimbingnya untuk menjadikannya modal dimasa yang akan datang. Ketika dia bercerita, menumbuhkan rasa percata diri padanya. Mari kita kembangkan dengan memberikannya kesempatan bercerita dengan terstruktur di depan kelas misalnya, atau membahas tentang topik yang diceritakannya dengan arahan yang kita arahkan kepada manfaat dari ceritanya, atau hal lainnya yang mampu merubah menjadi nilai positif. Tentu ini merupakan tugas kita sebagai guru, demi perbaikan anak bangsa kedepannya.

Kata kunci: Guru, Sabar, Keributan kelas
Read more »
Komponen Tujuan Pengembangan Kurikulum

Komponen Tujuan Pengembangan Kurikulum

Komponen Tujuan Pengembangan Kurikulum

Tujuan pendidikan memegang peranan peting dalam pendidikan, sebab tujuan akan memberikan arah bagi segala kegiatan pendidikan. Dalam penyusunan kurikulum , perumusan tujuan ditetapkan terlebih dahulu sebelum menetapkan komponen lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dan merupakan penjabaran dari tujuan negara atau filsafat negara. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara, yakni membentuk manusia seutuhnya berdasarkan UUD 1945 yang bersumber dari Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia (Rusyan, 1989: 5).


Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan pendidikan nasional ini bersumber dari Pancasila dan UUD 45 dirumuskan oleh pemerintah sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan-tujuan pendidikan yang lebih khusus. Dalam Tap. MPR No.II/MPR/1988 tentang GBHN tercantum: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

Dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 4,) tertera:    Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan yang berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan rohani dan jasmani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Nasution, 1994: 37).

Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, dasar pendidikan Nasional adalah Falsafah Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945  Pasal 3 mengatakan:
  1. Tujuan Pendiidkan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
  2. Seluruh Program pendidikan terutama Pendidikan Umum dan bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial, harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa nilai-nilai 1945 kepada generasi muda (Nasution, 1994: 37-38).

Tujuan Institusional

Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan, berupa kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kejuruan, dan pendidikan tinggi.

Bagi SMA misalnya tujuan institusional umum ialah agar lulusannya :
  1. Menjamin warga negara yang baik sebagai manusia yang utuh sehat, kuat lahir batin.
  2. Menguasai hasil-hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di Sekolah Menengah Umum tingkat Pertama.
  3. Memiliki bekal untuk melanjutkan studinya ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi dengan menempuh: (1) program umum yang sama bagi semua siswa, (2) Program pilihan bagi mereka yang mempersiapkan dirinya untuk studi di lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
  4. Memiliki bekal untuk terjun ke masyarakat dengan mengambil keterampilan untuk bekerja yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minatnya dan kebutuhan masyarakat (Nasution, 1994: 38).

Tujuan Kurikuler

Tujuan Kurikuler ialah tujuan yang diemban dan harus dicapai oleh setiap bidang studi pada lembaga pendidikan tertentu. Artinya kualifikasi atau kemampuan yang harus dicapai oleh setiap siswa setelah ia menyelesaikan program bidang studi yang bersangkutan (Rusyan, 1994: 5).

Tujuan Instruksional

Tujuan instruksional adalah tujuan yang paling rendah tingkatannya sebab yang langsung berhubungan dengan anak didik. Tujuan instruksional berkenaan dengan tujuan setiap pertemuan. Artinya, kemampuan-kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah ia menyelesaikan pengalaman belajar suatu pertemuan. Tujuan instruksional di bedakan ke dalam dua jenis yakni tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK). Perbedaan TIU dan TIK terdapat dalam hal perumusannya, TIU dirumuskan dengan kata-kata tingkah laku yang bersifat umum, sedangkan TIK menggunakan kata-kata yang tingkah laku yang bersifat khusus, artinya dapat diukur setelah pelajaran itu selesai (Rusyan, 1994: 6).

DAFTAR BACAAN

Rusyan, Tabrani. Strategi Penerapan Kurikulum Di Sekolah, Jakarta: Bina Mulia. 1989.
Nasution, S. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara. 1994.
Read more »
Kepemimpinan Menurut Purwanto (1995)

Kepemimpinan Menurut Purwanto (1995)


     Ngalim Purwanto menyatakan bahwa kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela dan penuh semangat, ada kegembiraan batin serta merasa tidak terpaksa (Purwanto, 1995: 86).

Read more »
Pengertian Kepemimpinan Menurut Asmara (1985)

Pengertian Kepemimpinan Menurut Asmara (1985)


        Kepemimpinan dalam pendidikan menurut U. Husna Asmara adalah segenap kegiatan dalam usaha mempengaruhi personal di lingkungan pendidikan pada situasi tertentu agar mereka melalui usaha kerja sama, mau bekerja dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas demi tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan (Asmara, 1985: 118). Kepemimpinan dalam dunia pendidikan terutama sekolah disebut kepala sekolah. Ia memiliki peranan penting karena ia mempengaruhi, mengkoordinasi, membimbing, dan mengarahkan serta mengawasi semua personalia dalam hal yang ada kaitannya dengan kegiatan yang dilaksanakan sehingga dapat tercapai tujuan pendidikan yang efektif dan efisien.


Read more »
Pengertian Pendidikan Islam Menurut Ramayulis & Syamsul Nizar (2009)

Pengertian Pendidikan Islam Menurut Ramayulis & Syamsul Nizar (2009)


      Menurut Ramayulis, istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbiyah, al-tadib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang popular digunakan dalam praktek pendidikan Islam adalah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-tadib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam. Kendatipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga term tersebut memiliki kesamaan makna. Namun secara esensial, setiap term memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun kontekstual (Ramayulis, 2009: 84).

     Menurut Al-Syaibaniy dalam Ramayulis juga mengemukakan pendapat bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku idividu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses pertumbuhan tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat (Ramayulis, 2009: 88).



Read more »
Pengertian Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2012)

Pengertian Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2012)


      Evaluasi pendidikan memiliki makna luas, namun pada awalnya pengertianevaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa. Definisi yang pertama dikembangkan oleh RalphTyler (1950). Ahli ini mengatakan bahwa evaluasi merupakan sebuat proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan sebabnya (Arikunto, 2012: 3).

      Suharsim Arikunto mengajukan tiga istilah dalam pembahasan ini, yaitu pengukuran, penilaian dan evaluasi.Pengukuran (measurement) adalah membandingkan sesuau dengan suatu ukuran.Pengukuran ini bersifat kuantitatif.Penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk secara kualitatif.Sedangkan evaluasi adalah mencakup pengukuran dan penilaian secara kuantitatif (Arikunto, 2012: 3).


DAFTAR PUSTAKA
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012).
Read more »
Pengertian Evaluasi Menurut Reza Noprial Lubis (2018)

Pengertian Evaluasi Menurut Reza Noprial Lubis (2018)


       Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengukuran dalam pendidikan bersifat kongkrit, objektif, dan didasarkan atas ukuran-ukuran yang umum dan dapat dipahami secara umum pula.Contoh, pelaksanaan shalat.Seseorang yang shalat dapat diukur dan dinilai.Pengukuran shalat dilakukan pada aktivitas yang berkaitan dengan pelaksanaan syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Bila hal tersebut terpenuhi, maka shalatnya dianggap sah dan seorang muslim terbebas dari kewajiban shalat. Sedangkan penilaian shalat yang berkaitan dengan abad-adab, seperti keihklasan, kekhusu’an, dan sebagainya akan sulit untuk dilihat. Penilaian dalam aspek ini hanya bisa dilihat dari aktivitas yang dilakukannya sehari-hari saat ia melaksanakan shalat. Penilaian lebih sulit daripada pengukuran, apalagi jika dikaitkan dengan nilai aspek-aspek keagamaan, sudah barang tentu penilaian untuk manusia menjadi wewenang Tuhan. (Lubis, 2018).

      Dalam proses belajar mengajar, evaluasi menempati kedudukan yang penting dan merupakan bagian utuh dari proses dan tahapan kegiatan pembelajaran. Dengan melakukan evaluasi, guru dapat mengukur tingkat keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukannya, pada tiap kali pertemuan, setuap catur wulan, setiap semester, setiap tahun, bahkan selama berada pada satuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, setiap kali membahas proses pembelajaran, maka berarti kita juga membahas tentang evaluasi, karena evaluasi inklusif di dalam proses pembelajaran (Lubis, 2018).
Read more »
Kepemimpinan Menurut Muhaimin (2003)

Kepemimpinan Menurut Muhaimin (2003)


     Kepemimpinan dalam lingkungan sekolah cenderung terletak pada kekuatan nilai-nilai (keagamaan) yang menjadi pusat perhatian kepala sekolah. Bahkan sering karena penekanan kepemimpinan yang menekankan aspek nilai, maka aspek teknis manajemen kurang begitu diperhatikan. Karena itu, isu-isu yang harus diperhatikan adalah masalah kepemimpinan, terutama bagaimana kualitas kepemimpinan dapat diidentifikasi dan dipelihara agar kekuatan kepemimpinan memiliki fondasi yang bersifat teknikal dan bersifat nilai yang dapat digerakkan. Dengan demikian, kepala sekolah perlu memahami dan mengkritisi komponen-komponen yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan proses pembelajaran (Muhaimin, 2003: 183).


Read more »
Beranda